Pemberitaan seputar Gerhana Matahari Total (GMT) memenuhi ruang media kita akhir-akhir ini. Fenomena alam luar biasa ini hanya dapat disaksikan sepenuhnya oleh masyarakat di 11 provinsi Indonesia pada tanggal 9 Maret 2016.
GMT disebut luar biasa dan menjadi magnet pariwisata yang dahsyat lantaran astronomi memperkirakan satu lokasi yang sama di bumi belum tentu bisa mengalaminya lagi dalam kurun waktu ratusan tahun.
GMT adalah kondisi di matahari matahari, bulan dan bumi berada pada satu garis pada saat yang bersamaan. Ketika GMT, bulan berada di antara bumi dan matahari.
Sebelas provinsi Indonesia yang “kebagian” GMT adalah Sumatera Selatan, Jambi, Bangka-Belitung, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Rekan Mediamedis yang berada di kota-kota lain di luar provinsi di atas hanya bisa melihat gerhana matahari sebagian.
Kesehatan Mata
Benarkah GMT membahayakan kesehatan mata manusia, bahkan bisa mengakibatkan kebutaan? Inilah salah satu mitos yang masih dipercaya banyak orang.
Padahal, semua orang juga tahu bahwa melihat matahari secara langsung dalam waktu cukup lama pasti membahayakan kesehatan retina mata. Retina merupakan rumah tipis bagi sel-sel fotoreseptor. Retina menerima cahaya lalu mengirimkannya sebagai sinyal ke otak manusia.
Baik sedang gerhana maupun tidak, melihat matahari secara langsung dalam waktu lama sudah pasti merusak retina mata akibat ultraviolet yang dikandung sinar matahari. Kondisi ini dinamakan solar retinopathy.
Ketika sedang asyik mengamati GMT, Rekan Mediamedis mesti mewaspadai momen peralihan dari gerhana total ke gerhana sebagian. Pupil mata akan cenderung membesar ketika gerhana total terjadi. Namun, saat GMT berubah menjadi gerhana sebagian, di saat itulah cahaya masuk bisa merusak mata.
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), mengeluarkan imbauan khusus terkait fenomena GMT beberapa waktu lalu. Menteri yang memang berlatar spesialis kesehatan mata itu meminta masyarakat tidak menatap langsung ke arah datangnya sinar matahari pada saat mengamati GMT.
Menkes juga mengingatkan, alat pelindung mata atau kacamata yang digunakan untuk menyaksikan GMT bukanlah alat serampangan. Harus dipastikan bahwa pelindung mata itu benar-benar anti ultraviolet. Kacamata yang berwarna hitam belum tentu memiliki bahan anti ultraviolet.